Setelah menghabiskan setengah hari berjalan kaki sambil berbelanja, perjalanan kami di Nagoya berlanjut menuju ikon paling mentereng seantero kota ini:
Menurut sejarah, Nagoya Castle dibangun pada awal abad ke-17 atas perintah Tokugawa Iyeasu. Tapi bukan beliau yang patungnya kami lihat menyambut para pangunjung di area utama istana, melainkan monumen seorang bernama Kato Kiyomasa. Selidik punya selidik, beliau adalah salah satu samurai yang mengawasi pembangunan Nagoya Castle. Dan dari batu inilah sang samurai memberikan komando kepada para pekerjanya.
Kalau ada yang ingat pelajaran sejarah jaman SD, Jepang pernah luluh lantak oleh pasukan sekutu di Perang Dunia II. Yang paling terkenal tentu pengeboman di Nagasaki dan Hiroshima, tapi Nagoya juga hancur lebur kala itu. Tak terkecuali Nagoya Castle yang selesai dibangun tahun 1612. Nah, bangunan yang sekarang terlihat berdiri megah adalah hasil rekonstruksi ulang dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dan detil sesuai bangunan aslinya.
Kami tiba di Nagoya Castle sekitar pukul 15:00, sementara ia ditutup pukul 16:00 waktu setempat. Sangat disayangkan, kami jadi tidak punya cukup banyak waktu untuk mengeksplor tempat bersejarah ini. Untung biaya masuknya murah, hanya 500 yen per orang, jadi ga rugi-rugi amat #perhitungan.
Yang berkesan dari kunjungan ini adalah munculnya seorang bapak tua yang tiba-tiba ngajak kami ngobrol. Dia menemani kami mengitari area wisata ini, menunjukkan titik-titik menarik sambil bercerita kisah dibaliknya. Bahkan bapak itu antusias menyuruh kami berfoto di spot yang menurut dia paling pas untuk menangkap indahnya Nagoya Castle. Hasilnya? Awalnya kami curiga, jangan-jangan si bapak berniat jahat, tapi pada akhirnya tidak ada apa-apa. Mungkin kami yang terlalu suudzon. Maafkan kami, ya Alloh.
Hari sudah beranjak sore, kaki mulai merasa lelah. Tapi hidup harus terus berjalan! Begitu pula dengan kami yang keras kepala memilih untuk tidak naik bis atau kereta di kota ini. Kami berjalan mengikuti kaki melangkah, memasuki area pemukiman dan menemukan bahwa Nagoya, kota berperingkat empat penduduk terpadat di Jepang, nyatanya sangat sepi dan tenang. Keramaian hanya terjadi di pusat kota yang luasnya tak seberapa. Jauh panggang dari api kalau dibanding Bogor, apalagi Jakarta.
Cerita kami berlanjut ke pencarian Nagoya Mosque. Setelah itu kami menghabiskan waktu dengan mengeksplor sisi barat Nagoya Station (yang jauh lebih sepi dibanding sisi timurnya) dan akhirnya kami kembali ke stasiun. Blah! Stasiun boleh luas tapi ga ada tempat duduk sama sekali. Tega. Jadilah dua gadis ini memilih berdiri cantik sambil ngobrol, ngomentarin orang-orang yang lalu-lalang. The perk of being non-english natives when travelling abroad: bisa ngomongin orang pake bahasa yang (semoga) tidak mereka mengerti :p
Tengah malam, tiba saatnya kami meninggalkan kota ini menuju Tokyo. Terima kasih atas pedestrian-friendly-nya, wahai Nagoya! Ehm, walau keputusan berjalan kaki seharian di sini pada akhirnya sedikit kami sesali sih. Karena besoknya… Kami. Gempor. Parah. But, every cloud has a silver lining, and ours was this:
One thought on “Nagoya dalam 1 Hari (sore-malam)”